Muara Enim, Liputan9.co – Pendidikan seharusnya merupakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak. Salah satu faktor penting untuk menciptakan lingkungan tersebut adalah dengan mencegah kekerasan fisik atau tindakan fisik yang merugikan anak. Sabtu (23/09/2023).
Namun, masih ada beberapa kasus di mana oknum guru menggunakan kekerasan fisik sebagai bentuk disiplin terhadap murid.
Salah satunya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim. Di duga oknum guru berinisial Y telah melakukan kekerasan fisik saat bukan jam pelajaran terhadap anak didiknya.
Diduga anak yang menjadi korban penganiayaan berinisial S (15) oleh oknum guru berinisial Y, membuat sang ayah yang sering disapa Memet (42) warga Kelurahan Tungkal, Kecamatan Muara Enim Kabupaten, Muara Enim, Provinsi Sumatra Selatan, membuat laporan di Polres Muara Enim.
Ayah korban saat di wawancarai oleh awak media saat selesai membuat laporan di Mapolres Muara Enim, membenarkan kejadian tersebut dan sudah membuat laporan ke Polres Muara Enim.
Peristiwa yang dialami terjadi, Pada 19 September 2023 sekira pukul 13.00 WIB, didalam ruangan kelas sekolah 8C.
“Anak saya di tuduh mengambil pulpen oleh terlapor, anak saya tidak mengakui bahwa ia mengambil pulpen oknum guru tersebut, dari kejadian itu anak saya mendapatkan pemukulan dari oknum guru, bukan hanya sekali tapi berkali – kali anak saya mendapatkan pemukulan oleh oknum guru,” jelasnya.
Lanjutnya, mendengar dari kejadian itu dari anak saya, saya bergegas mendatangi sekolah tempat anak saya sekolah untuk memastikan dan menanyakan apakah benar yang telah terjadi dan saya menemui kepala sekolah bahkan bertemu dangan terlapor.
“Mendengar apa yang telah terjadi, terlapor bukanya meminta maaf malah seolah-olah tidak merasa bersalah bahkan sang terlapor mengintimidasi saya. Hal tersebut yang membuat saya menempuh jalur hukum,” katanya.
Masih kata ayah pelapor, saya sebagai orang tua meminta agar pihak kepolisian agar menindak lanjuti laporan yang terjadi pada anak saya.
“Dan meminta hak perlindungan hukum bagi anak saya yang mendapatkan kekerasan dilingkungan sekolah yang seharusnya memberi rasa nyaman bagi anak saya dilingkungan sekolah, bahkan anak saya dari kejadian itu masih takut untuk sekolah dan mengalami trauma,” pintanya.
Untuk oknum guru saya sudah memaafkan apa yang telah terjadi namun saya sangat menjunjung tinggi Negara kita negara hukum, jadi proses hukum terus akan berlanjut.
“Bukan saja saya ingin membuktikan bahwa saya dan anak saya benar, namun saya berharap kejadian ini tidak terulang kembali di kemudian hari, mungkin masih banyak anak di luar sana yang mengalami , mendapatkan kekerasan oleh oknum guru, akan tetapi terkadang anak – anak takut untuk mengadu dan mengakui apa yang telah terjadi kepada orang tua nya,” harapnya.
Sekjend DPD Kabupaten Muara Enim LSM BRANTAS Isfa Rozi Pebri angkat bicara terkait permasalahan ini dan menyayangkan kejadian seorang guru SMP di Muara Enim yang melalukan kekerasan fisik terhadap muridnya di sekolah.
Menurutnya, seorang tenaga pendidik seharusnya justru membimbing, mengayomi dan mendidik anak didiknya.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah melalui Undang-Undang No.35 Tahun 2014.
Pasal 54 UU 35/2014.
Masih kata Isfa Rozi Pebri, Pendisiplinan murid harus positif agar hukuman yang diterima anak bersifat logis sehingga anak belajar untuk tidak mengulangi perilaku yang tidak diinginkan.
“Guru boleh mendisiplinkan siswa di sekolah tetapi dengan cara-cara tanpa kekerasan, yakni dengan menerapkan disiplin positif,” ujarnya.
Menurutnya, perilaku guru yang melakukan tindak kekerasan tidak mencerminkan kompetensi kepribadian sehingga diragukan keguruannya.
“Guru juga harus dibekali kemampuan manajemen pengelolaan kelas, karena setiap guru pasti akan menghadapi anak yang perilakunya agresif dan sulit diatur,” harapnya dengan tegas.
“Saya sebagai Sekjend DPD Kabupaten Muara Enim LSM BRANTAS akan mendampingi, mengawal kasus ini sampai selesai, agar kedepan kejadian yg serupa terhadap anak didik baik di tingkat SD, SMP dan SMA tidak terjadi lagi di kemudian hari,” pungkasnya.
Reporter : Edi / Danu /Tim Red